Seoul, Korea Selatan, EKOIN.CO – Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol resmi dimakzulkan pada Jumat, 4 April 2025, setelah Mahkamah Konstitusi menguatkan keputusan parlemen untuk memberhentikannya dari jabatan. Keputusan tersebut menyusul langkah kontroversial Yoon dalam mengeluarkan deklarasi darurat militer pada Desember 2024, yang dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap konstitusi dan prinsip demokrasi negara.
Putusan yang dibacakan di gedung Mahkamah Konstitusi di Seoul menandai akhir dari masa kepemimpinan Yoon. Dalam sidang tersebut, Ketua Mahkamah Moon Hyung-bae menyampaikan bahwa tindakan Yoon melampaui kewenangan yang diberikan konstitusi. “(Yoon) telah melakukan pengkhianatan besar terhadap kepercayaan rakyat, yang merupakan pemegang kedaulatan dalam republik demokratis,” tegas Moon.
Lebih lanjut, Moon menjelaskan bahwa tindakan Yoon dalam mengerahkan militer untuk menekan parlemen tidak hanya tanpa dasar hukum, namun juga prosedurnya cacat secara administratif. “Langkahnya menciptakan kekacauan di seluruh aspek kehidupan berbangsa—ekonomi, kebijakan luar negeri, dan tatanan sosial,” ujar Moon, seperti dilansir dari Reuters, Jumat (4/4/2025).
Sebagai bagian dari prosedur konstitusional, Perdana Menteri Han Duck-soo kini ditunjuk sebagai presiden sementara. Dalam pernyataan publiknya, Han menegaskan komitmennya terhadap proses demokrasi. “Saya akan melakukan segala upaya untuk memastikan pemilu berlangsung damai dan tertib,” ucap Han dalam kutipan yang juga disampaikan Reuters.
Transisi kekuasaan ini akan diikuti dengan pelaksanaan pemilihan presiden dalam waktu 60 hari, sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang dasar negara. Mahkamah juga menolak pembelaan Yoon yang menyebut bahwa darurat militer hanyalah peringatan terhadap dominasi partai oposisi. “Ada saluran hukum yang sah untuk menyelesaikan perbedaan pandangan politik,” tutur Moon.
Ketegangan politik yang telah berlangsung selama berbulan-bulan memuncak usai keputusan diumumkan. Ribuan warga yang berkumpul di luar gedung pengadilan bersorak gembira dan meneriakkan, “Kami menang!” Namun, tidak semua pihak menyambut baik putusan tersebut. Para pendukung Yoon meluapkan kemarahan, dan seorang demonstran ditangkap usai merusak kaca bus polisi.
Selain dimakzulkan, Yoon kini menghadapi proses hukum atas dugaan makar. Sebelumnya, ia sempat ditahan saat masih menjabat, menjadikannya presiden Korea Selatan pertama yang mengalami hal tersebut, walau akhirnya dibebaskan oleh pengadilan.
Sementara itu, nilai tukar won Korea tetap stabil, dan pasar saham tidak menunjukkan gejolak berarti, mencerminkan bahwa pasar telah mengantisipasi keputusan ini. Menanggapi dampak jangka panjang, Profesor Leif-Eric Easley dari Ewha University menyebut bahwa keputusan ini memberikan kepastian. “Putusan ini menghapus ketidakpastian besar. Ini sangat penting karena pemerintahan berikutnya harus segera menghadapi tekanan militer dari Korea Utara, tekanan diplomatik dari Tiongkok, dan tarif dagang dari Trump,” ujarnya.
Krisis ini menandai momen penting dalam sejarah politik Korea Selatan dan menjadi cerminan bahwa bahkan negara dengan demokrasi mapan pun tetap rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan. (*)