Jakarta, EKOIN.CO — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) telah lama dikenal sebagai kampus yang konsisten menorehkan prestasi di berbagai ajang internasional. Dari kompetisi robotika hingga inovasi energi terbarukan, mahasiswa ITS berulang kali membuktikan diri sebagai generasi penerus yang penuh potensi. Keberhasilan Tim Baraga dalam NTU Bridge Design Competition 2025 semakin memperkuat reputasi ITS sebagai pusat inovasi teknik sipil yang berfokus pada keberlanjutan.
Prestasi tersebut bukanlah yang pertama bagi ITS di kancah internasional. Pada 2024 lalu, Tim Sapuangin berhasil meraih gelar juara dalam kompetisi mobil hemat energi Shell Eco-Marathon Asia. Selain itu, Tim Spektronics juga sukses menyabet penghargaan tertinggi di kompetisi Chem-E Car, berkat rancangan kendaraan berbahan bakar kimia yang ramah lingkungan. Kini, Tim Baraga membawa nama ITS kembali harum melalui karya inovatif Jembatan Citta Logawa.
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali mencatatkan prestasi membanggakan di tingkat internasional pada ajang Nanyang Technological University (NTU) Bridge Design Competition 2025 yang digelar pada 13 April lalu. Tim Baraga ITS berhasil meraih peringkat ketiga, mengungguli 172 tim dari berbagai negara dengan merancang Jembatan Citta Logawa yang mengusung inovasi ringan berkekuatan tinggi dan beremisi karbon rendah.
Ketua Tim Baraga, Virendra Zalfa Musyaffa, mengungkapkan bahwa dalam kompetisi ini, para peserta ditantang untuk merancang jembatan yang memiliki tiga kriteria utama, yaitu ringan, kokoh, serta rendah emisi karbon. Tantangan tersebut memotivasi timnya untuk merancang jembatan Citta Logawa dengan memadukan aspek teknik sipil, efisiensi material, dan prinsip keberlanjutan.
Virendra atau yang biasa disapa Rendra, menambahkan bahwa pada tahap penyisihan, Tim Baraga harus merancang jembatan menggunakan perangkat lunak Bridge Designer dalam waktu terbatas, yaitu 24 jam. Penilaian dilakukan berdasarkan beberapa aspek, termasuk kekuatan struktur, efisiensi material, emisi karbon, dan estimasi biaya. Pada tahap final, mereka kemudian merakit jembatan sepanjang 30 sentimeter dari desain yang telah dibuat dan melakukan pengujian beban untuk mengukur kekuatan struktur jembatan.
Inovasi jembatan Citta Logawa terletak pada desain distribusi beban terpusat, yang merupakan tantangan utama dalam desain struktur jembatan. Tim Baraga memilih untuk menggunakan konfigurasi Warren connection, yang telah terbukti sebagai salah satu yang paling efisien setelah dianalisis menggunakan perangkat lunak SAP2000. “Penggunaan material kayu balsa dan base wood juga memiliki keunggulan untuk menekan emisi karbon,” jelas mahasiswa Departemen Teknik Sipil ini.
Rangka jembatan dirancang sedemikian rupa sehingga elemen-elemen rangka ditempatkan mendekati titik beban agar gaya bisa tersalurkan langsung ke batang diagonal di sekitarnya. Hal ini mengurangi momen pada gelagar memanjang dan meningkatkan kestabilan struktur. Sebagai hasilnya, jembatan Citta Logawa menjadi jembatan paling ringan kedua dalam kompetisi, dengan bobot hanya 13 gram, sekaligus mampu menahan beban yang besar.
Di bawah bimbingan Dwi Prasetya, ST MSc PhD, Tim Baraga melewati serangkaian seleksi ketat hingga akhirnya meraih prestasi ini. “Kami sangat bersyukur bisa membawa nama ITS di kancah internasional,” ungkap Rendra mewakili tim.
Bersama dua rekannya, Moch Choirul Akbar Majid dan Yoga Prasetya Effendi, Rendra berharap keberhasilan ini dapat menggambarkan komitmen Tim Baraga terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) poin ke-9 yang menekankan pada industri, inovasi, dan infrastruktur. Keikutsertaan mereka dalam kompetisi ini tidak hanya membawa penghargaan, tetapi juga memperkuat prinsip keberlanjutan di bidang teknik sipil.