JAKARTA, EKOI.CO – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membuka opsi penurunan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) impor untuk produk dari Amerika Serikat (AS). Langkah ini diambil sebagai respons atas kebijakan tarif resiprokal sebesar 32% yang diumumkan Presiden AS Donald Trump terhadap produk Indonesia, efektif mulai 9 April 2025
“Kita buka opsinya. Pokoknya semua itu kita sampaikan, ini adalah benefit dan cost-nya,” ujar Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (7/4).
Selain itu, Kemenkeu juga berfokus pada penyederhanaan prosedur administrasi untuk memudahkan pelaku usaha. Langkah tersebut mencakup percepatan pemeriksaan barang hingga penerapan teknologi seperti scanner dan X-ray.
“Kami juga menyampaikan penyederhanaan dan modernisasi, apakah menggunakan scanner, menggunakan X-ray yang lebih mudah dipahami oleh pihak importir, eksportir, maupun dari sisi mereka,” jelas Anggito.
Kebijakan ini tidak hanya berlaku untuk AS, melainkan juga negara-negara mitra dagang Indonesia lainnya. Insentif fiskal ini bertujuan mendorong impor dari AS sekaligus menjaga daya saing ekspor Indonesia ke pasar AS.
Berdasarkan data neraca perdagangan 2024, defisit perdagangan Indonesia dengan AS mencapai US$17,88 miliar. Untuk mengurangi defisit, pemerintah berencana meningkatkan impor komoditas strategis dari AS.
“(Komoditas yang ditawarkan untuk peningkatan impor AS) kita ambil yang top 10 Indonesia impor (dari AS),” kata Anggito.
Mengutip data Dewan Ekonomi Nasional, 10 komoditas utama yang diimpor Indonesia dari AS meliputi kacang kedelai, propana cair, hidrokarbon asiklik jenuh, batubara bitumen, dan pesawat terbang dengan berat di atas 15.000 kg.
Senada dengan pemerintah, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyatakan bahwa peningkatan impor AS difokuskan pada komoditas yang dibutuhkan industri dalam negeri.
“Jadi bukan mengganggu industri dalam negara kita, tapi yang dibutuhkan oleh Indonesia. Contohnya, kita ekspor besar di tekstil, tapi kita juga bisa impor kapas dari Amerika. Ini sedang kita jajaki,” ujar Shinta.
Ia menambahkan, meski tarif impor produk AS sudah relatif rendah, masih ada kendala non-tarif seperti regulasi di sektor Information and Communication Technology (ICT).
“Jadi prinsipnya, bagaimana mengidentifikasi produk-produk AS yang dibutuhkan Indonesia. Dari segi oil and gas, itu sudah pasti (diimpor dari AS),” tambahnya.
(Gambar diambil dari CNBC Indonesia)