Jakarta – Ekoin.co . Menyoroti peresmian Indonesia menjadi anggota BRICS pada Januari lalu, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) melalui Center of Studies in Industrial Development and Public Policy (CSID-PP) menggelar Focus Group Discussion (FGD). Turut melibatkan praktisi, akademisi, dan pemerintah, acara tersebut dihelat secara langsung di Sekolah Interdisiplin Manajemen dan Teknologi (SIMT) ITS.
Sebagai informasi, BRICS merupakan organisasi kerja sama ekonomi antar negara berkembang beranggotakan Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan yang sudah berdiri sejak 2009. BRICS sendiri memiliki tujuan mendirikan New Development Bank (NDB) sebagai alternatif Bank Dunia dan menggagas mata uang alternatif selain dolar Amerika Serikat. dilansir its.ac.id .
Kepala CSID-PP ITS Dr Ir Arman Hakim Nasution MEng menjelaskan bahwa FGD ini digelar untuk merancang strategi Indonesia dalam keanggotaan BRICS tanpa mengusik konflik geopolitik global. Ia menuturkan, saat ini perekonomian global masih berpusat di Amerika Serikat dan negara Barat. “Sehingga, perlu adanya strategi yang tepat agar Indonesia dapat memiliki kedudukan kuat di perekonomian global saat ini,” jelasnya.
Berangkat atas hal itu, dosen Departemen Manajemen Bisnis ITS ini menekankan pentingnya menjaga netralitas Indonesia atas keikutsertaannya dalam BRICS. Ia menyebutkan, salah satu caranya dengan memprioritaskan proyek-proyek yang tidak menimbulkan konflik antarnegara saat memanfaatkan dana yang berasal dari NDB. “Seperti halnya proyek mengenai isu climate change dan potensi energi baru dan terbarukan (EBT),” ucapnya.
Sepakat dengan Arman, Chief Technology Officer (CTO) Sharia Digital Technology Dubai Agustino Wibisono juga menyebutkan bahwa isu mengenai potensi EBT tengah menjadi fokus utama dunia. Terangnya, hal ini menjadi kesempatan emas untuk Indonesia yang memiliki potensi EBT melimpah. “Kesempatan ini dapat membuka peluang lebih bagi Indonesia memperkuat posisi dalam rantai pasok global,” bebernya.
Tak hanya itu, Ia melanjutkan, lewat peluang sekaligus menunjukkan kontribusi lebih Indonesia dalam menjaga keberlangsungan lingkungan dan mendorong ekonomi berkelanjutan. Lebih mendalam, Agustino menegaskan, hal tersebut selaras dengan ambisi Indonesia mencapai komitmen Net Zero Emissions (NZE) pada 2060 nanti.
Menelisik lebih lanjut, Peneliti Hukum Internasional Prof Hikmahanto Juwana turut memberikan opininya terkait hadirnya Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) di Indonesia. Menurutnya, keberadaan Danantara saat ini dapat menjadi kontrol pendukung pada beberapa proyek yang telah didanai NDB.
Selain itu, guru besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) ini menyampaikan bahwa keberadaan Danantara sekaligus dapat membantu memastikan bahwa dana NDB digunakan sesuai dengan rencana. “Apabila berjalan sesuai dengan yang diekspektasikan, Instrumen yang digadang meningkatkan pembangunan nasional ini diharapkan dapat mengurangi risiko penyimpangan dana,” ungkapnya.
Menutup sesi diskusi, Arman berharap agar hasil FGD ini dapat memberikan masukan yang berharga bagi pemerintah Indonesia dalam memanfaatkan keanggotaan di BRICS secara optimal. “Dengan begitu Indonesia dapat meningkatkan daya saing ekonomi dan memperkuat posisinya di kancah internasional,” tegasnya.