Jakarta, EKOIN.CO – Di tengah semakin maraknya tawaran investasi emas yang menjanjikan keuntungan besar, masyarakat diimbau untuk tidak tergesa-gesa mengambil keputusan finansial. Pesan tersebut disampaikan oleh Pakar Kebijakan Publik IPB University, Dr. Muhammad Findi, yang menekankan pentingnya bersikap realistis dalam menghadapi tren investasi ini.
Dalam seminar bertajuk “Manajemen Keuangan di Era Digital” yang digelar di Kampus IPB Dramaga, Bogor, Findi menguraikan pentingnya mempertimbangkan kemampuan finansial sebelum berinvestasi emas. Menurutnya, emas memang aset likuid yang menjanjikan, namun risiko berutang demi investasi emas tidak sebanding dengan manfaatnya.
“Meskipun emas merupakan aset yang sangat likuid, saya mengimbau masyarakat, khususnya kalangan ekonomi menengah ke bawah, agar tidak tergesa-gesa dalam pembelian, terlebih hingga berhutang,” tegasnya.
Findi, yang juga merupakan dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB University, menyoroti fenomena investasi emas yang kian marak. Ia menekankan bahwa investasi tersebut lebih bersifat spekulatif daripada bijak jika dilakukan tanpa perencanaan matang.
“Idealnya, investasi emas dilakukan dengan dana dingin atau dana lebih setelah pengeluaran rutin tercukupi,” imbuhnya.
Ia pun mengkritik praktik masyarakat yang nekat mengambil pinjaman digital demi membeli emas. Kondisi tersebut, menurutnya, berpotensi menjerumuskan masyarakat dalam lingkaran utang yang sulit keluar.
Menurut Findi, uang yang digunakan untuk investasi sebaiknya berasal dari pendapatan kerja, bukan dari utang. “Masyarakat seharusnya kembali pada pola hidup sederhana, yakni pengeluaran disesuaikan dengan pendapatan hasil kerja,” katanya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan pentingnya prinsip kehati-hatian dalam menggunakan layanan pinjaman digital. Kemudahan pencairan dana, menurutnya, kerap menjebak masyarakat untuk berutang tanpa memperhitungkan kemampuan bayar.
“Prinsip kehati-hatian menjadi kunci. Masyarakat perlu mengukur kemampuan membayar sebelum mengambil pinjaman, serta menghindari praktik-praktik pinjaman berbasis riba,” tegasnya.
Findi juga mengingatkan agar masyarakat memastikan bank digital yang digunakan telah terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Langkah ini penting untuk menghindari praktik ilegal yang merugikan nasabah.
“Kendati demikian, kecepatan transaksi yang ditawarkan bank digital, terutama untuk simpanan darurat, harus diimbangi dengan kehati-hatian dalam penggunaannya,” tutupnya.