JAKARTA, EKOIN.CO – Nissan Motor Co. mengumumkan rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 20 ribu pegawai menyusul kerugian bersih mencapai US$4,5 miliar atau setara Rp74,9 triliun (kurs Rp16.645 per dolar AS). Keputusan ini diambil setelah perusahaan mencatat kerugian terbesar sejak periode 1999-2000.
“Kami tidak akan melakukan ini (PHK 20 ribu karyawan) jika tidak diperlukan untuk bertahan hidup,” tegas CEO Nissan Ivan Espinosa, seperti dikutip dari AFP, Selasa (13/5). Ia menambahkan, langkah tersebut merupakan upaya terakhir untuk mempertahankan operasional perusahaan.
Kerugian besar terjadi pada kuartal I 2025, tanpa rincian laba bersih hingga Maret 2025. Nissan hanya menargetkan penjualan bersih sebesar 12,5 triliun yen di tengah ketidakpastian pasar.
Dampak Kebijakan Tarif AS dan Persaingan EV China
Espinosa menyoroti kebijakan tarif resiprokal Presiden AS Donald Trump sebagai salah satu tantangan utama. “Ketidakpastian dari tarif AS membuat kami sulit memperkirakan proyeksi laba operasional dan laba bersih dalam setahun penuh,” ujarnya.
Analis Bloomberg Intelligence Tatsuo Yoshida menyebut Nissan lebih rentan terhadap tarif Trump dibanding pesaing Jepang lainnya karena sensitivitas harga konsumennya. Selain itu, perusahaan juga kalah bersaing dengan kendaraan listrik (EV) asal China, memaksa mereka mempercepat peluncuran mobil berbasis energi baru di pasar Tiongkok.
Restrukturisasi dan Opsi Merger
Selain PHK, Nissan akan menutup tujuh pabrik dari total 17 unit pada 2027. Espinosa juga membuka peluang merger, termasuk dengan Honda yang gagal Februari 2025 lalu. “Kami tetap terbuka untuk kerja sama strategis,” tandasnya, merujuk pada negosiasi yang mentok karena Honda ingin Nissan menjadi anak usaha.