Jakarta, EKOIN.CO – Dalam beberapa tahun terakhir, konsep “smart living” telah mengalami perkembangan signifikan di berbagai kota di Indonesia. Misalnya, Jakarta telah mengimplementasikan teknologi Internet of Things (IoT) dalam berbagai aspek kehidupan kota. Sejak 2015, Jakarta memulai inisiatif smart city dengan meluncurkan Jakarta Smart City Lounge. Inovasi seperti aplikasi Jakarta Kini (JAKI) memungkinkan warga mengakses layanan publik secara efisien, termasuk informasi transportasi dan pelaporan tindak kriminal. Selain itu, sistem integrasi pembayaran
Pada Seminar Nasional bertajuk “Mewujudkan Smart Living Perkotaan Indonesia Masa Depan” menghadirkan berbagai gagasan visioner untuk menciptakan kota yang lebih inklusif, hijau, dan cerdas. Acara ini dihadiri oleh berbagai pakar dan praktisi di bidang tata kota, termasuk Sibarani Sofian, MUDD, B.Arch, LEED AP, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia periode 2022-2025.
Dalam paparannya yang berjudul “Membangun Kota Inklusif: Strategi Perancangan Kawasan Perkotaan yang Memenuhi Prinsip Livable, Green, dan Smart”, Sibarani menyoroti pentingnya pendekatan tata kota yang berkelanjutan dan berbasis teknologi. “Kota inklusif harus dapat diakses oleh semua orang, tanpa memandang latar belakang ekonomi, etnik, usia, atau gender. Kota yang baik adalah kota yang memberikan kesempatan sosial, ekonomi, budaya, dan politik yang merata bagi seluruh warganya,” ujarnya.
Lebih lanjut, Sibarani menjelaskan bahwa konsep kota inklusif berlandaskan tiga prinsip utama, yaitu layak huni (livable), pintar (smart), dan berkelanjutan (sustainable). Kota yang layak huni harus mampu menyediakan akses pelayanan publik dan kesempatan ekonomi yang merata. Kota pintar ditandai dengan strategi efisien berbasis inovasi dan teknologi, sementara kota berkelanjutan harus memperhatikan aspek lingkungan dengan penggunaan energi terbarukan serta sistem transportasi ramah lingkungan.
Sebagai contoh nyata penerapan konsep ini, Sibarani menyoroti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang tengah berlangsung. “IKN Nusantara telah mengadopsi prinsip kota inklusif dengan penggunaan energi terbarukan hingga 80%, konsep kota nol emisi, serta penerapan sistem transportasi umum yang mencapai 80%,” jelasnya.
Salah satu pendekatan yang dianggap efektif dalam mewujudkan kota inklusif adalah desain yang terinspirasi dari alam atau nature-inspired design. Desain ini menekankan harmoni antara lingkungan alami dan buatan, dengan pemanfaatan elemen-elemen alam untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta keberlanjutan kota. Salah satu implementasi konkret dari konsep ini adalah mixed-use city, yaitu penggabungan berbagai fungsi dalam satu kawasan kota, seperti hunian, pusat bisnis, ruang terbuka hijau, dan fasilitas publik. Dengan demikian, kota tidak hanya lebih efisien dalam penggunaan lahan, tetapi juga lebih inklusif dalam memberikan akses bagi seluruh penduduknya.
Selain itu, pengembangan kota inklusif juga memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat melalui konsep human-centered design. Salah satu aplikasinya adalah sistem pembangunan berbasis Transit Oriented Development (TOD), yang mengintegrasikan transportasi massal dengan tata ruang kota untuk menciptakan lingkungan yang lebih terstruktur dan mudah diakses.
Mewujudkan kota inklusif tidak bisa dilakukan secara parsial. Diperlukan kolaborasi dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat. Data serta teknologi smart tools juga menjadi elemen penting dalam mendukung terciptanya kota yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan warganya. Dengan pendekatan yang tepat, Indonesia dapat membangun kota-kota yang tidak hanya modern, tetapi juga inklusif dan berkelanjutan.