Jakarta, EKOIN.CO – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang kasus dugaan pelanggaran bisnis di PT Antam Tbk. Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Agam Syarif Baharudin, dengan anggota hakim Sri Hartati dan Diasinta, dimulai pada pukul 10.55 WIB, di Ruang Sidang Prof. Dr. HM. Hatta Ali SH.MH. Sidang ini menghadirkan sejumlah saksi untuk dimintai keterangan terkait manajemen risiko dan prosedur bisnis di unit PT Antam.
Dalam sidang tersebut, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang terdiri dari Yugo, Ery, dan Syakuri mengajukan pertanyaan kepada saksi mengenai prosedur bisnis serta mitigasi risiko yang diterapkan di PT Antam. Salah satu saksi yang diperiksa menjelaskan bahwa saat dirinya menjabat sebagai Risk Management Division Head, ia bertugas menyusun profil risiko koperasi, termasuk melakukan pelaporan risiko kepada holding atau pemegang saham.
Proses Bisnis dan Manajemen Risiko
Dalam kesaksiannya, saksi menjelaskan bahwa unit bisnis di PT Antam memiliki dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) yang menjadi acuan utama dalam menjalankan kegiatan usaha. “Jika suatu kegiatan bisnis tidak termasuk dalam RKAP, maka secara prosedural kegiatan tersebut tidak dapat dijalankan,” ujarnya di hadapan majelis hakim.
Ketika ditanya apakah pernah melihat adanya potensi risiko dalam operasional unit bisnis PT Antam, saksi menjawab bahwa di dalam manajemen risiko terdapat profil risiko dari Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBP PLN). Namun, ia menegaskan bahwa dirinya baru bergabung dalam tim manajemen risiko pada akhir 2023.
Terkait dugaan adanya jasa lebur cap di UBP PLN, saksi menyatakan tidak mengetahui kegiatan tersebut. “Saya tidak mengetahui adanya jasa lebur cap yang dijalankan di PT Antam,” tegasnya. Pernyataan ini mendapat tanggapan dari tim JPU yang kemudian menanyakan apakah ada dokumen terkait jasa lebur tersebut dalam arsip manajemen risiko. Saksi menjawab, “Saya sudah mencari di arsip, tetapi tidak menemukan dokumen yang dimaksud.”
Pelaporan Keuangan dan Kontrak Bisnis
Dalam sidang, jaksa juga mempertanyakan prosedur pelaporan keuangan dari unit bisnis PT Antam. Saksi menjelaskan bahwa pelaporan dilakukan secara rutin kepada unit kerja financial control. “Pelaporan keuangan dilakukan kepada unit kerja financial control dan datanya dapat ditarik melalui sistem,” ungkapnya.
Namun, ketika ditanya apakah ketidakteraturan dalam pelaporan dapat menimbulkan risiko bagi perusahaan, saksi membenarkan adanya potensi tersebut. “Jika tidak ada laporan yang rinci, maka pengawasan menjadi lemah dan dapat menimbulkan risiko bagi perusahaan,” tambahnya.
Selain itu, jaksa menyinggung perjanjian bisnis yang dilakukan antara PT Antam dengan beberapa pelanggan perorangan, seperti Suryati Jonathan, Suryadi Lukman, dan Lindawati Effendi, pada tahun 2013 dan 2014. Saksi mengaku tidak mengetahui detail perjanjian tersebut. “Perjanjian bukan bagian dari lingkup kerja saya di manajemen risiko,” katanya.
Hak Kekayaan Intelektual dan Standar Operasional
Sidang juga membahas terkait Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atas cap Logam Mulia (LM) PT Antam. Jaksa menanyakan apakah ada kewajiban bagi karyawan PT Antam untuk menjaga dan mempertahankan cap LM. Menanggapi pertanyaan ini, saksi mengaku tidak memahami aturan terkait HKI tersebut.
Selain itu, jaksa menyinggung apakah jasa lebur cap memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas. Saksi menjawab bahwa sejauh yang ia ketahui, bisnis utama PT Antam adalah pemurnian logam mulia, dan ia tidak menemukan adanya SOP terkait jasa lebur cap. “Saya tidak mengetahui atau menemukan adanya SOP terkait jasa lebur cap,” tuturnya.
Sidang sempat mengalami penundaan sejenak karena salah satu saksi, Viola, harus diperiksa lebih dulu karena sedang menyusui. Hakim memberikan izin agar pemeriksaan terhadap Viola dilakukan lebih awal agar ia dapat segera pulang.
Sidang akan kembali dilanjutkan pada Rabu, 12 Februari 2025, dengan agenda pemeriksaan lanjutan terhadap saksi-saksi lainnya. Majelis hakim meminta pihak yang berkepentingan untuk hadir tepat waktu guna kelancaran proses peradilan. (*)